SUNNAH VS BID’AH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah: Fiqih Ibadah
Dosen Pengampu: Jumaelah, S.H.I, M.S.I
Disusun oleh:
Irma Ayu Purnami 202
111 3209
Kelas:
PAI F
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Penyusunan makalah ini kami maksudkan sebagai bahan kajian dan
diskusi kami mengenai sunnah dan bid’ah. Tidak dapat disangkal lagi bila
fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum muslimin yang begitu hobi
melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan
khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang
disyariatkan, lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang.
Sementara apa yang ada di dalam Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba’
(mengikuti tuntunan Rosulullah). Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar
dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena
sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan
syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa
syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna.
Dengan
penyusunan makalah ini kami harapkan akan dapat menambah wawasan bagi kami dan
segenap pembaca pada umumnya agar dapat menjadi ilmu yang berguna nantinya.
Makalah ini
kami susun sebagai bentuk tugas kelompok pembuatan makalah dari mata kuliah Fiqih
Ibadah di STAIN Pekalongan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Menjelaskan pengertian
sunnah beserta penggolongannya.
2.
Menjelaskan pengertian
bid’ah beserta penggolongannya.
3.
Memaparkan contoh amalan
sunnah dan bid’ah dalam kehidupan masyarakat.
4.
Menyebutkan bahaya bid’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN SUNNAH DAN PENGGOLONGANNYA
a.
Pengertian Sunnah
Secara etimologis
(bahasa) kata sunah adalah jamak dari kata sunnah. Sunnah sesuatu berarti jalan
sesuatu, sunnah Rasulallah saw berarti jalan Rasulallah saw yaitu jalan yang
ditempuh dan ditunjukkan oleh beliau.Sunnatullah dapat diartikan Jalan
hikmah-Nya dan jalan mentaati-Nya. Contoh firman Allah swt. dalam surat
Al-Fatah ayat 23 yang berbunyi “Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu.
Kalian tidak akan menemukan perubahan pada Sunnatullah itu”. Artinya, bahwa
cabang-cabang hukum syari’at sekalipun berlainan bentuknya, tetapi tujuan dan
maksudnya tidak berbeda dan tidak berubah, yaitu membersihkan jiwa manusia dan
mengantarkan kepada keridhoan Allah swt.
Adapun sunnah secara terminologis
(istilah) yang disimpulkan oleh para ulama ialah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Muhamad saw baik berupa ucapan (hadits), aksi (perbuatan) maupun
determinasi atau pengakuannya.
b.
Penggolongan Sunnah
Sunnah digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu:
1.
Sunnah Qawliyah
Yaitu sunnah Nabi yang hanya berupa ucapannya saja baik dalam
bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan. Yang dimaksud
dengan pernyatan Nabi di sini adalah sabda Nabi dalam merespon keadaan yang
berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-kadang dalam
bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau
bentuk-bentuk ain seperti Khutbah.
Contohnya : Rasulullah saw bersabda : “ segala amal itu mengikuti niat....”.
(H.R. Al Bukhori dan Muslim)
2.
Sunnah Fi’liyah
Yaitu sunnah Nabi yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan
oleh para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan
shalat manasik haji dan lain-lain.Contohnya:
Rasulullah saw bersabda : “ Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihataku
shalat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama ushul
fiqh menetapkan bahwa pekerjaan yang masuk urusan tabi’at seperti duduk,
berdiri, makan, minum dan sebagainya, apabila Nabi mengerjakannya maka menunjuk
kepada kebolehan pekerjaan itu untuk Nabi dan untuk umatnya.
3. Sunnah Taqririyah
Yaitu sunnah Nabi yang berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan
para sahabat yang diketahui Nabi tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi
cenderung mendiamkannya. Sunnah taqririyah adalah sunnah-sunnah Rasulullah saw
yang berupa taqrir (ketetapan) yaitu membenarkan (tidak mengingkari) sesuatu
yang diperbuat oleh sahabat di hadapan Nabi saw atau diberitakan kepada Beliau,
lalu Beliau tidak menyanggah atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa
beliau menyetujuinya. Contohnya sabda Nabi saw: “ Janganlah seseorang dari
kamu bershalat, melainkan di bani Quraidhah”.
Sebagian sahabat memaknai hadits ini dari zhahirnya. Karena itu,
mereka tidak mengerjakan shalat ashar sebelum sampai di Bani Quraidhah.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud Nabi ialah bersegera pergi
ke sana, karena itu mereka mengerjakan shalat ashar pada waktunya, sebelum
sampai di Bani Quraidhah. Berita mengenai dua perbuatan sahabat ini sampai
kepada Nabi. Beliau berdiam diri tidak berkata apa-apa.
2.
PENGERTIAN BID’AH DAN PENGGOLONGANNYA
1. Pengertian
Bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu
tanpa ada contoh. Bid’ah menurut istilah
(syar’i/terminologi) adalah sesuatu yang
diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang
diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah.
Syekh
Aly Mahfudh telah mendefinisikan bid’ah secara rinci dalam kitabnya Al
ibda’fi Madharil Ibtida’. Menurut bahasa bid’ah adalah segala sesuatu yang
diciptakan dengan tidak diketahui contoh-contohnya. Sedangkan menurut istilah
yaitu suatu ibarat (gerak dan tingkah laku lahir batin) yang berkisar pada
masalah-masalah agama (syari’at Islamiyah), dilakukan menyerupai syari’at dengan
cara berlebihan dalam pengabdian kepada Allah Swt.
Pendapat
Syekh Aly Mahfudh tersebut bersumber pada firman Allah yang menyatakan bahwa
Rasulullah Saw adalah bukan rasul yang berbuat sewenang-wenang tanpa ada contoh
dari rasul-rasul sebelumnya. Tugas beliau merupakan kelanjutan dari tugas-tugas
nabi terdahulu, bahkan Allah menjadikan beliau sebagai nabi akhir zaman, maka
beliau tidak akan berbuat sesuatu apapun kecuali apa yang telah diriwayatkan
Allah melalui malaikat Jibril.Karena itu secara tegas Nabi bersabda “Barang
siapa yang mengada-adakan dalam ajaran Islam ini yang tidak ada sumbernya dari
Islam, maka urusan itu ditolak (fasid).
Dapat
disimpulkan bahwa bid’ah adalah suatu hal yang tidak terdapat pada
konteks ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw, baik dalam masalah aqidah
maupun syariah yang aturan-aturannya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah secara tafshil (rinci).
2. Penggolongan
Bid’ah dan hukum-hukum bid’ah
Hukum-hukum bidah
Hukum-hukum bid’ah diberikan menurut dasar pengertian bid’ah, maka
mnurut golongan yang memandang tiap-tiap bid’ah tercela bid’ah tiu semuanya
dihukum haram, tidak ada yang dihukum makruh, apa lagi sunnah dan sebagainya.
Maka semua bid’ah itu maksiat. Maksiat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Bid’ah kabirah,
dipandang besar dosa apabila mengerjakannya.
Ialah bid’ah yang menghasilkan kerusakan umum seperti menetapkan
bahw akal sendiri sanggup mengetahui hukum Tuhan, tidak perlu kepada syara’,
dan seperti mengingkari segala hadits Nabi karena mencukupi dengan Al-Qur’an
saja.
b.
Bid’ah Shaghirah ,
dipandang kecil dosanya.
Ialah bid’ah yang mengenai satu-satu suku pekerjaan, yang
berdasarkan syuhbat. Maka bid’ah seperti ini, walaupun masuk dalam sifat sesat
namun tidak diancam dengan neraka.
Penggolongan
Bid’ah
Para
‘ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah itu kedalam dua bagian yaitu :
1.
Bid’ah
‘Amm (umum)
2.
Bid’ah
Khash (khusus)
Secara
umum baik oleh ahli ushul dan ahli fiqh menggolongkan bid’ah ‘amm
secara ringkas menjadi dua macam, yaitu:
A.
Bid’ah Haqiqiyah
Bid’ah haqiqiyah adalah suatu perbuatan baru
Islam yang jika dilihat dari berbagai apek perbuatannya tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Bid’ah ini oleh para
ulama disebut bid’ah dhalalah. Contoh bid’ah
haqiqiyah:
-
Menyembah kepada selain Allah, membuat
perantara (washilah) ketikamemohon kepada Allah
-
Bersikap rahbaniyah (tidak beristri atau
bersuami danmengurung diri dalam biara.
-
Tawaf diluar Masjidil Haram (Baitullah), wukuf
diluar padang Arafah, membangun latar diatas kuburan, dan perbuatan- perbuatan
sesat yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dijadikan jalan
ibadah kepada Allah Swt.
-
Mengadzabkan diri dengan berbagai macam siksa,
membakar diri supaya lekas mati dengan demikian lekas mendapat surga
-
Menyamakan riba dengan penjualan, dll.
B. Bid’ah
Idhafiyah
Bid’ah
Idhafiyah ialah perbuatan yang jika ditinjau dari segi pelaksanaannya tidak
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, namun jika dilihat dari esensi perbuatannya
adalah baik, bid’ah ini yang senantiasa menjadi polemik bagi para ulama
(khususnya fiqh dan ilmu kalam).
Hal yang
sama yang masuk dalam bid’ah idhafiyah juga masih diperselisihkan oleh para
ulama antara lain:
- Shalat Nisfu Sya’ban 100 rakaat
- Shalat imam, shalat Bakti pada bapak ibu dan
shalat malam pada hari asyura’.
- Melagu-lagukan adzan sehingga rusak bacaannya.
- Membaca istighfar sesudah shalat beramai-ramai
dengan meninggikan suara.
- Membaca Al-Qur’an dan dzikir dengan suara
keras dihadapan jenazah.
Secara umum baik oleh ahli ushul dan ahli fiqh
menggolongkan bid’ah khash
secara ringkas menjadi dua macam, yaitu:
1. Bid’ah wajibah.
Yaitu bid’ah yang diwajibkan. Contohnya belajar ilmu nahwu,
memperindah cetakan Al-Qur’an dan Hadits, belajar ilmu kedokteran, biologi,
strategi perang, kepemimpinan, dan ilmu-ilmu serta sarana yang sifatnya
mendukung perkembangan dan kejayaan Islam.
2. Bid’ah
muharramah.
Yaitu bid’ah yang diharamkan. Contohnya mengikuti faham-faham sesat
seperti qadariah, jabariah, atau mujasimah, serta berbuat syirik kepada Allah.
Bid’ah ini disebut pula bid’ah sesat.
3. Bid’ah
mandhubah.
Yaitu bid’ah yang dibolehkan. Yaitu jika dipandang baik untuk kemaslahatan
umat meski tidak terdapat pada masa Rasulullah Saw. Contohnya membangun pesantren,
sekolah, rumah sakit, atau penelitian-penelitian ilmiah, penemuan-penemuan
modern yang sifatnya memperjelas kebenaran isi ayat Al-Qur’an.
4. Bid’ah makruhah.
Yaitu bdi’ah yang dimakruhkan. Contohnya memperindah atau menghiasi masjid,
tempat ibadah, mushaf yang berlebihan.
5. Bid’ah mubahah.
Yaitu bid’ah yang dimubahkan. Contohnya berjabat tangan setelah shalat
Subuh dan Isya, membuat hidangan makanan dan minuman serta bersolek untuk
ibadah.
3.
CONTOH AMALAN SUNNAH DAN BID’AH DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT
-
Shalat Tarawih
Di antara
bid’ah yang lazim terjadi di masyarakat seputar masalah shalat tarawih, ialah
sebagai berikut.
1.
Shalat tarawih dengan cepat, laksana ayam mematuk makanan
Mayoritas
imam masjid kurang memiliki akal sehat dan pengetahuan agama yang baik. Hal itu
nampak dari cara melakukan shalat. Bahwa hampir semua shalat yang dilakukan,
mirip dengan shalatnya orang yang sedang kesurupan, terutama ketika shalat
tarawih. Mereka melakukan shalat 23 raka’at hanya dalam waktu 20 menit, dengan
membaca surat Al ‘Ala atau Adh Dhuha. Bentuk dan cara
shalat tarawih yang seperti itu, jelas bertentangan dengan cara shalat tarawih
Rasulullah SAW, para sahabat dan ulama salaf. Menurut
semua madzhab, dalam melakukan shalat tidak boleh seperti itu, karena ia
merupakan shalat orang munafik.
2.
Membaca surat Al’An’am dalam satu raka’at dari
shalat tarawih.
Para
ulama menganggap, bahwa membaca surat Al An’am dalam satu raka’at dari shalat
tarawih termasuk perbuatan bid’ah, karena demikian itu tidak bersandarkan
kepada suatu dalil.
Membaca
surat Al An’am dalam satu raka’at bisa dikatakan bid’ah karena beberapa alasan
sebagai berikut:
-
Mengkhususkan surat Al An’am menipu ummat,
bahwa surat yang lainkurang afdhal atau tidak baik untuk dibaca pada waktu
shalat tarawih.
-
Bacaan tersebut hanya dikhususkan pada waktu
shalat tarawih.
-
Memberatkan kaum muslimin terutama orang awam,
sehingga mereka akan marah atau jengkel atau timbul kebencian terhadap ibadah.
-
Yang demikian itu menyelisihi sunnah, sebab
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar raka’at kedua lebih
pendek daripada raka’at pertama, sementara bid’ah ini telah merubah secara
tolal sunnah tersebut dan melawan syari’at
3.
Bid’ah Mengumpulkan Ayat-Ayat Sajadah.
Seorang
imam mengumpulkan ayat-ayat sajadah ketika khataman Al Qur’an pada shalat
tarawih dalam raka’at terakhir, kemudian ia sujud bersama makmum.
4.
Membaca Beberapa Ayat Yang Disebut Ayat-Ayat Hirs (Perlindungan).
Mengumpulkan beberapa ayat yang
mereka sebut dengan nama ayat-ayat perlindungan, lalu dibaca secara keseluruhan
di akhir raka’at dalam shalat tarawih.
5.
Bid’ah Dzikir Dan Do’a Ketika Hendak Memulai Shalat Tarawih.
Ucapan seorang bilal atau imam
ketika hendak memulai shalat tarawih yang dibaca dengan berjama’ah dan suara
keras.
صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
رَحِمَكُمُ اللهُ.
صَلاَةَ التَّرَاوِيْحِ آجَرَكُمُ اللهُ.
Kebid’ahan
ini banyak sekali menyebar di negeri ini. Dianggap sebagai sesuatu yang baik
dan sunnah, padahal hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat. Padahal setiap cara ibadah dan
praktek agama yang tidak ada dalil atau landasan hukumnya, maka tertolak dan
dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah.
- Amalan Bulan Sya’ban
Sunnah-sunnah dalam bulan Sya’ban antara lain:
1.
Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban
Sebagaimana
hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha yang telah berlalu, Nabi Muhammad SAW
berpuasa pada mayoritas hari di bulan Sya’ban, bukan pada keseluruhan harinya,
karena beliau tidaklah pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan
Ramadhan.
2.
Menghitung Hari Bulan Sya’ban
Sudah sepantasnya kaum muslimin menghitung
bulan Sya’ban sebagai persiapan sebelum memasuki Ramadhan. Karena satu bulan
itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tigapuluh hari, maka puasa
itu dimulai ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya
menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan
langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia
mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh
hari.
3.
Tidak Mendahului Ramadhan dengan Puasa Satu
atau Dua Hari Sebelumnya.
Nabi Muhammad SAW melarang seseorang untuk
mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya. Kecuali
apa yang sudah menjadi rutinitas seseorang. Misalnya seseorang yang sudah
terbiasa berpuasa di hari Senin, ketika puasanya bertabrakan dengan satu atau
dua hari sebelum Ramadhan maka tidak mengapa baginya untuk berpuasa.
4.
Tidak Berpuasa pada Hari yang Diragukan.
Yaumus syak (hari yang diragukan) adalah hari
ketigapuluh dari bulan Sya’ban apabila hilal tertutup mendung atau karena
langit berawan pada malam sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat tentang
larangan ini apakah sifatnya pengharaman atau makruh. Dan yang kuat dari
pendapat para ulama adalah pengharamannya.
Bid’ah-bid’ah
pada bulan Sya’ban antara lain:
a.
Peringatan Malam Nisfu Sya’ban
Di antara bid’ah yang biasa dilakukan oleh
banyak orang ialah bid’ah upacara peringatan malam Nisfu Sya’ban dan
mengkhususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satu
pun dalil yang dapat dijadikan sandaran.
b.
Shalat Alfiyah
Shalat bid’ah ini dinamakan Shalat Alfiyah
karena di dalamnya dibacakan surat Al Ikhlash sebanyak seribu kali. Jumlah
raka’atnya seratus, dan pada setiap rakaat dibacakan surat Al Ikhlas sepuluh
kali.
c.
Padusan
Padusan adalah acara mandi bersama yang
dilakukan pada akhir bulan Sya’ban, menjelang masuknya bulan Ramadhan. Biasanya
orang-orang berkumpul di sungai, danau, air terjun atau kolam, lalu mandi
bersama dengan keyakinan perkara tersebut akan membersihkan dosa-dosa mereka
sebelum mereka masuk ke dalam bulan Ramadhan.
Padusan
merupakan bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan tidak
pernah pula dikerjakan oleh generasi awal Islam, dan telah berlalu penjelasan
tentang keharamannya dan di dalamnya terdapat keyakinan yang rusak bahwa dengan
acara mandi-mandi tersebut akan membersihkan dosa-dosa. Ini adalah keyakinan
yang keliru karena sesungguhnya dosa-dosa tidaklah akan terhapus dengan acara
mandi seperti itu. Dosa-dosa akan terhapus dengan taubat, meminta ampunan dari
Allah serta memperbanyak amalan shalih.
d.
Sedekah Ruwah
Sedekah ruwah adalah acara kenduri
(makan-makan) yang tujuannya adalah mengumpulkan orang banyak untuk kemudian
membacakan tahlil dan surat Yasin untuk kemudian dihadiahkan kepada arwah orang
tua dan karib kerabat yang telah meninggal dunia. Acara ini juga termasuk
bid’ah yang tidak pernah dituntunkan Nabi Muhammad SAW. Kemungkaran di dalam
acara ini juga bertambah apabila diiringi dengan kurafat (tahayul), keyakinan
yang batil bahwa arwah orang yang telah meninggal hadir untuk mengunjungi
saudara-saudaranya yang masih hidup.
4.
BAHAYA BID’AH
Bahaya Bid’ah antara lain:
1. Anggapan
baik terhadap bid’ah berarti menganggap Islam seolah-olah belum sempurna.
2. Amalan
bid’ah tertolak (tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala )
3. Bid’ahmengikuti
hawa nafsu.
4. Bid’ah
melenyapkan Sunnah.
5. Bid’ah
termasuksikap ghuluw (melampaui batas syari’at).
6. Pelaku
bid’ah semakin jauh dari Allah Swt.
7. Menangguh
dosa bid’ah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat.
8.
Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasulullah
SAW pada hari kiamat.
BAB III
PENUTUP
-
KESIMPULAN
Secara etimologis (bahasa) kata sunah adalah jamak dari
kata sunnah. Sunnah sesuatu berarti jalan sesuatu, sunnah Rasulallah saw
berarti jalan Rasulallah saw yaitu jalan yang ditempuh dan ditunjukkan oleh
beliau. Adapun sunnah secara terminologis (istilah) yang disimpulkan oleh
para ulama ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhamad saw baik
berupa ucapan (hadits), aksi (perbuatan) maupun determinasi atau pengakuannya. Sunnah digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu sunnah Qauliyah, sunnah Fi’liyah dan sunnah Taqririyah.
Bid’ah menurut
bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Bid’ah
menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah sesuatu yang diada-adakan
menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan
seakan-akan bagian dari ibadah.Dapat disimpulkan bahwa bid’ah adalah suatu hal
yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw, baik
dalam masalah aqidah maupun syariah yang aturan-aturannya sudah dijelaskan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah secara tafshil (rinci). Para ‘ulama ahli ushul
fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah itu kedalam dua bagian yaitu
bid’ah ‘Amm (umum) dan bid’ah Khash (khusus).
-
SARAN
Kami menyadari sepenuhnya dalam makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat menjadi
bekal dikemudian hari apabila kami mempunyai kesempatan membuat makalah lain.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan/wawasan
bagi kami pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA